Tabi’at
manusia adalah suka dan cinta terhadap harta benda, mencarinya dengan berbagai
macam cara dan metode, mengorbankan waktu dan tenaganya, benarlah firman Allah
dalam al-Qur’an:
وتحبون المال حبا جما
“Dan kalian mencintai harta dengan kecintaan
yang berlebih.”(al-Fajr:20).
Namun
yang jadi masalah adalah banyak orang terperdaya oleh nafsunya lalu mencari
harta itu dengan berbagai cara tanpa memperdulikan halal dan haramnya, yang
tentu berpengaruh terhadap berkah atau tidaknya harta yang diperoleh itu, lihat
bagaimana harta yang berlimpah namun diperoleh dengan cara yang haram maka pada
hakekatnya harta tersebut adalah sedikit karena tidak adanya barakah di dalamnya,
sebagaimana sabda Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-tentang harta
yang diperoleh dengan riba:
الربا
وإن كَثُرَ فإن عاقبته إلى قِلٍّ
“(Harta)
riba walaupun banyak, sungguh akibatnya adalah sedikit.”[1]
Al-Munawi-rahimahullah-mengatakan:
أي
أنه وإن كان زيادة في المال عاجلا يؤول إلى نقص ومحق آجلا, بما يفتح على المرابي
من المغارم والمهالك فهو مما يكون هباء منثورا.
“Maksudnya: walaupun kelihatannya harta itu
berlimpah sekarang, namun akibatnya adalah berkurang di masa depan, karena apa
yang dibukakan kepada pelaku riba berupa kesulitan dan petaka, maka seolah-olah
harta benda itu tiada berarti.”[2]
Padahal
Allah-ta’ala-Dzat yang maha luas rizki-Nya maha kaya telah memberikan resep
pengundang rizki yang banyak kita lalaikan, yaitu memperbanyak istigfar,
memperbanyak istigfar disertai usaha.
Dalam surat Nuh : 10-12 Allah -subhanahu
wa ta’ala- berfirman:
فقُلْتُ
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً . يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم
مِّدْرَاراً . وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ
وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً
“Maka
aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada tuhanmu, sesungguhnya Dia maha
pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian dengan lebat. Dan
memperbanyak harta benda dan anak-anak kalian, dan mengadakan untuk kalian
kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untuk kalian
sungai-sungai.”(Nuh:10-12).
Dalam
ayat yang lain Allah-ta’ala-berfirman:
وَأَنِ
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعاً حَسَناً
إِلَى أَجَلٍ مُسَمّىً.
“Dan hendaklah
kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepadanya, niscaya Dia akan member
nikmat yang baik (berupa keluasan rizki dan penghidupan yang baik) sampai
kepada waktu yang ditentukan.”(Huud:3).
Dalam
sebuah hadits yang shahih, Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-bersabda:
مَنْ
أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارِ؛ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا،
وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barangsiapa
yang memperbanyak sitigfar, maka Allah akan membuatkan jalan keluar untuk
setiap kesusahannya, membuatkan solusi untuk segala kesempitan yang ia hadapi
dan akan memberinya rizki dari jalan yang tidak ia sangka-sangka.”(HR.Ahmad dan
sanadnya dishahihkan oleh al-Hakim dan Ahmad Syakir).[3]
Ibnu
Katsir -rahimahullah- mengatakan: “Apabila kalian bertaubat kepada
Allah, beristigfar kepada-Nya dan menta’ati-Nya maka rizki kalian akan menjadi
banyak, kalian akan diberi air hujan dari berkahnya langit, akan ditumbuhkan
tetumbuhan bagi kalian dari berkahnya bumi, akan ditumbuhkan bagi kalian
tanaman-tanaman, akan diperbanyak air susu (hewan ternak kalian), kalian akan
diberikan harta-benda dan anak-anak, dan Allah akan menjadikan bagi kalian
kebun-kebun yang berisi berbagai macam buah-buahan dan di dalamnya ada
sungai-sungai yang mengalir.”[4]
Diriwayatkan
dari Umar ibnul Khattab sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir-rahimahullah-dalam
menafsirkan ayat-ayat dalam surat Nuh di atas bahwasanya beliau menaiki mimbar
untuk meminta hujan kepada Allah (istisqa’) maka beliau hanya mencukupkan
dengan beristigfar dan membacakan ayat-ayat tentang istigfar, di antaranya
adalah ayat-ayat di atas, lantas setelah itu beliau mengatakan:
طَلَبْتُ
الْغَيْثَ بِمَجَادِيْحِ السَّمَاءِ الَّتِي يَسْتَنْزِلُ بِهَا الْقَطْرَ
“Aku
telah meminta hujan dengan kunci-kunci pengendali langit yang dengannya air
hujan kita minta supaya diturunkan.”[5]
Imam
Hasan al-Bashri-rahimahullah-sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar-rahimahullah-[6]pernah
didatangi oleh seorang laki-laki yang mengeluhkan akan paceklik dan kemarau
yang menimpa daerahnya, lantas Imam Hasan al-Bashri mengatakan:”Beristigfarlah
kepada Allah.”, kemudian seorang laki-laki datang lagi kepada beliau
mengeluhkan akan kering-kerontongnya ladang yang ia tanami, lantas Imam Hasan
al-Bashri menasihatinya seraya berkata:”Beristigfarlah kepada Allah.” Kemudian
seorang laki-laki datang lagi kepada beliau mengeluhkan bahwa dia belum
dikaruniai anak, lantas Imam Hasan al-Bashri mengatakan:”Beristigfarlah kepada
Allah.”
[1] HR.Ahmad
dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jaami’ no.3542
[2]
Faidhul Qadii : 4/50
[3] Sebagian
ulama mendha’ifkan hadits ini karena ada perawinya yang bernama al-Hakam bin
Mush’ab, dihukumi majhul oleh adz-Zahabi dan Ibnu Hajar bahkan Ibnu Hibban dalam
“ats-Siqaat” 6/187 berkata tentangnya:”Yukhti’ (banyak salah).” Sehingga banyak
ulama mendha’ifkan hadits ini semisal al-Baghawi (Syarhus Sunnah (3/100), adz-Dzahabi
(al-Muhadzzab :3/1278) dan al-Albani dalam ad-Dha’ifah no.705. namun
sebagaimana diketahui bahwa dari segi makna maka hadits ini shahih maknanya
sebagaimana ditunjukkan oleh ayat-ayat al-Qur’an di atas, Syaikh Abdul Aziz bin
Baaz-rahimahullah-mengatakan:
على كل حال فالحديث المذكور يصلح ذكره في الترغيب والترهيب, لكثرة
شواهده الدالة على فضل الاستغفار, ولأن أكثر أئمة الحديث قد سهلوا في رواية الضعيف
في باب الترغيب والترهيب, لكن يُروى بصيغة التمريض كـ "يروى"
يذكر".
“Intinya, bahwa hadits tersebut boleh disebutkan dalam masalah
at-Targhiib dan at-Tarhiib, karena banyakdalil yang menguatkan terkait
keutamaan istigfaar, juga karena kebanyakan para ulama hadits memberikan
keluasan dalam masalah meriwayatkan hadits dha’if dalam masalah at-Targhib dan
at-Tarhiib,namun hendaknya diriwayatkan dengan kalimat tamriidh (keraguan),
seperti : diriwayatkan, atau disebutkan.”(Majmu’ Fatawa Ibn Baaz : 26/259).
[4] Tafsiir
Ibnu Katsiir : 4/394
[5] Tafsiir
Ibnu Katsiir : 4/394
[6]
Fathul Baari : 11/98
1 Response to "Mempermudah Rizki dengan Istigfar"
I really appreciate your professional approach. These are pieces of very useful information that will be of great use for me in future.
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.