Menuntut
ilmu syar’i merupakan
sebuah amal shalih mulia dan agung, tidaklah seseorang mengabdikan diri menjadi
penuntut ilmu melainkan Allah telah menginginkan kebaikan
baginya, dengan ilmu, seorang hamba menyembah Rabbnya dengan bashirah,
dengan ilmu, akhlak yang rusak bisa dirubah menjadi baik, dengan ilmu,
kebencian dan kedengkian yang bercokol di dalam hati-hati bisa dihilangkan,
dengan ilmu, hati-hati manusia bisa disatukan,[1] maka
pantaslah para ulama terdahulu rela mengorbankan segala yang mereka miliki demi
mendapatkan ilmu yang merupakan warisan para nabi ini, harta benda terlalu
murah di mata mereka dibanding ilmu, berbagai kesulitan seolah merupakan
penghibur di tengah jalan terjal dan curam menuntut ilmu, Ibnul Jauzi-rahimahullah-mengatakan:
تأملت
عجبًا, وهو أن كل شيء نفيس خطير يطول طريقه, ويكثر التعب في تحصيله. فإن العلم لما
كان أشرف الأشياء, لم يحصل إلا بالتعب والسهر والتكرار, وهجر اللذات والراحة.
“Aku pernah merenungkan dengan penuh takjub,
yaitu bahwasanya segala sesuatu yang berharga dan penting mesti jalan
(mendapatkannya) panjang, kita akan ditimpa keletihan untuk mendapatkannya. Oleh
karena itu, ilmu yang merupakan hal yang paling mulia, tidak akan didapat
kecuali dengan keletihan, begadang, mengulang-ulang dan meninggalakan kelezatan
serta santai-santai.”[2]
Berikut
beberapa kutipan perkataan para ulama salaf mengenai perjalanan menakjubkan
mereka dalam menuntut ilmu dengan berbagai lika-liku dan kesulitan serta
aral melintang yang mereka hadapi dengan penuh kesabaran dan ketabahan demi
mendapatkan “ILMU”.
قال
أبو مسعود عبد الرحيم الحاجي: سمعت ابن طاهر يقول: بلت الدم في طلب الحديث مرتين, مرة
ببغداد, وأخرى بمكة, كنت أمشي حافيا في الحر, فلحقني ذلك, وما ركبت دابة قط في طلب
الحديث, وكنت أحمل كتبي على ظهري, وما سألت في حال الطلب أحدا, كنت أعيش على ما
يأتي. سير أعلام النبلاء| 19:363
Abu Mas’ud Abdurrahim al-Haaji berkata:”Aku pernah mendengar Ibnu Thahir berkata: “Aku pernah kencing darah sebanyak dua kali ketika menimba ilmu hadits, pertama di Baghdad, kedua di Makkah, (biasanya) aku berjalan tanpa alas kaki di cuaca panas, maka akupun ditimpa sakit itu (kencing darah), aku sama sekali tidak pernah mengendarai hewan tunggangan (kendaraan) ketika menuntut hadits, aku memikul kitab-kitabku di atas punggung, aku sama sekali tidak pernah meminta-minta sewaktu aku menuntut ilmu, aku bertahan hidup (dengan rizki) seadanya.” (Siar A’lamin Nubala’ : 19/363).
قال
أحمدُ بن حنبل-رحمه الله-: أقام شعبة على الحكَم بنِ عُتَيْبةَ ثمانية عشَر
شَهْراً -يعني يطلب الحديث- حتى باع جُذُوعَ بيته. العلل ومعرفة الرجال| 2:342
Imam Ahmad bin Hambal-rahimahullah-berkata:”Syu’bah tinggal (di tempat) al-Hakam bin Utaibah selama 18 bulan untuk menuntut ilmu hadits sampai dia menjual tiang kayu rumahnya (sebagai bekal menuntut ilmu).” (al-Ilal fi Ma’rifatir Rijaal : 2/342).
قال
ابن عُيينة-رحمه الله-: سمعت شعبة يقول: من طلب الحديث أفلس! بعتُ طَسْتَ أمي
بسبعة دنانير! سير أعلام النبلاء| 7:220
Ibnu Uyainah-rahimahullah-berkata: “Aku pernah mendengar Syu’bah berkata: “Barangsiapa yang menuntut ilmu hadits maka dia akan bangkrut! (saya mengalaminya juga, sampai-sampai) saya menjual baskom ibu saya seharga 7 dinar.” (Siar A’lam an-Nubala’: 7/220).
قال
أبو أحمد نصر بن أحمد العياضي الفقيه السمرقندي: لا ينال هذا العلم إلا من عطّل
دُكانه, وخرّب بستانه, وهجر إخوانه, ومات أقرب أهله إليه فلم يشهد جنازته. الجامع لأخلاق الراوي وآداب
السامع|2:174
Abu Ahmad Nasr bin Ahmad al-Iyadhi seorang ahli Fiqih dari Samarkand berkata:”Ilmu ini tidak akan diperoleh kecuali oleh orang yang menutup tokonya, menelantarkan kebunnya, meninggalkan teman-temannya dan salah seorang keluarga dekatnya meninggal namun dia tidak ikut mengurus jenazah (keluarga dekatnya itu).”[3] (al-Jaami’ li Akhlaqi ar-Rawi wa Aadab as-Saami’ : 2/174).
قال
ابن القاسم-رحمه الله-: أفضى بمالك بن أنس رحمه الله طلب العلم إلى أن نقض سقف بيته
فباع خشبه. تاريخ بغداد| 2:13
Ibnul Qasim-rahimahullah-berkata:”Menuntut ilmu sampai menyebabkan Imam Malik bin Anas membongkar atap rumah beliau dan menjual kayu-kayunya.” (Tarikh Baghdad :2/13).
يَحْيَى
بْنَ سَعِيدٍ الْقَطَّانَ-رحمه الله-: كُنْتُ أَخْرُجُ مِنَ الْبَيْتِ قَبْلَ
الْغَدَاةِ فَلَا أَرْجِعُ إِلَى الْعَتَمَةِ. الجامع لأخلاق الراوي وآداب
السامع| 1:150
Yahya bin Sa’id al-Qathtan-rahimahullah-berkata:”Aku biasanya keluar dari rumah (untuk belajar/menuntut ilmu) sebelum pagi menyingsing dan tidak pulang sampai Isya’.” (al-Jaami’ li Akhlaqi ar-Rawi wa Aadab as-Saami’ : 1/150).
قال
الحافظ عبد الرحمن بن يوسف بن خِراش-رحمه الله-: شربت بولي في هذا الشأن-يعني
الحديث-خَمْسَ مَرّات!
قلت-أي
الخطيب البغدادي-: أَحْسَبُه فَعَلَ ذَلِكَ في السَّفَرِ اضْطِرارًا, عند عدم الماء-والله
أعلم-. تاريخ
بغداد|10:280
Al-Hafidz Abdur Rahman bin Yusuf bin Khirasy-rahimahullah-berkata:”Aku pernah meminum air kencingku sendiri sebanyak 5 kali ketika menuntut ilmu hadits.”
Aku (al-Khatib
al-Baghdadi) berkata:”Perkiraanku beliau melakukan itu karena darurat di
perjalanan, ketika tidak menemukan air-wallahu a’lam-.” (Tarikh
Baghdad :10/280).
قال
سعيد ابن المسيب-رحمه الله-: إن كنت لأغيب الأيام والليالي في طلب الحديث الواحد. الجامع لأخلاق الراوي وآداب السامع|
2:226
Sa’id bin Musayyib-rahimahullah-berkata:”Sungguh aku menempuh perjalanan berhari-hari hanya untuk mencari sebuah hadits.” (al-Jaami’ li Akhlaqi ar-Rawi wa Aadab as-Saami’ : 2/226).
قال
الإمام الشعبي-رحمه الله-: لو أن رجلا سافر من أقصى الشام إلى أقصى اليمن فحفظ
كلمة تنفعه فيما يستقبل من عمره, رأيت أن سفره لم يضع. حلية الأولياء| 4:313
Imam as-Sya’bi-rahimahullah-berkata:”Seandainya ada seseorang musafir dari ujung Syam menuju ujung Yaman, lalu dari hasil perjalanannya itu dia berhasil menghafal satu kalimat yang bermanfaat baginya di masa depannya, saya memandang bahwa perjalanan yang telah ia lakukan itu tidaklah sia-sia.” (Hilyatul Aulia’: 4/313).
قال
ابن شهاب الزهري-رحمه الله-: تبعت سعيد بن المسيب في طلب حديث ثلاثة أيام. حلية الأولياء|3:362
Ibnu Syihab az-Zuhri-rahimahullah-berkata:”Aku pernah mengikuti Sa’id bin Musayyib selama tiga hari (bepergian) hanya untuk mencari sebuah hadits.” (Hilyatul Aulia’ : 3/362).
[1] Muqaddimah
“Ma’alim fi Thariiq Thalabil Ilmi” hlm.11
[2] Shaidul
Khatir hlm.281
[3]
Perkataan beliau ini sepertinya min bab “mubalaghah” mirip dengan
perkataan sahabat tentang bagaimana sopan dan tingginya adab para sahabat saat datang
bertamu kepada Rasulullah:
كانت
أبواب النبي-صلى الله عليه وسلم-تقرأ بالأظافير
“Pintu rumah Rasulullah diketuk dengan kuku.” , ini
adalah mubalaghah untuk menyatakan bagaimana sopannya para sahabat
ketika bertamu ke rumah Rasulullah lalu mengetuk pintu rumah beliau, karena
kalau pintu hanya diketuk dengan kuku akan menghasilkan suara yang kecil
sekali, begitu juga mengenai perkataan Abu Ahmad ini, seorang penuntut ilmu harus
total jika ingin berhasil, namun bukan berarti meninggalkan hal-hal substansi
yang manusia tidak bias hidup tanpanya seperti mencari nafkah dan
bersosialisasi dengan manusia lainnya.
0 Response to "Kutipan Perjalanan Para Ulama Menuntut Ilmu"
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.